- TUANKU TAMBUSAI
Tuanku Tambusai
lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau. Dalu-dalu merupakan
salah satu desa pedagang Minangkabau yang didirikan di tepi sungai Sosah, anak
sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecil Muhammad Saleh, yang setelah
pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji Muhammad Saleh.
Tuanku
Tambusai merupakan anak dari pasangan perantau Minang, Tuanku Imam Maulana Kali
dan Munah. Ayahnya berasal dari nagari Rambah dan merupakan seorang guru agama
Islam. Oleh Raja Tambusai ayahnya diangkat menjadi imam dan kemudian menikah
dengan perempuan setempat. Ibunya berasal dari nagari Tambusai yang bersuku
Kandang Kopuh. Sesuai dengan tradisi Minang yang matrilineal, suku ini
diturunkannya kepada Tuanku Tambusai.
Sewaktu
kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri, termasuk
ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara.
Perjuangannya
dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu.
Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun
1824, ia memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas,
Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Dia sempat menunaikan
ibadah haji dan juga diminta oleh Tuanku Imam Bonjol untuk mempelajari
perkembangan Islam di Tanah Arab.
Dalam
kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan Belanda,
sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat kecerdikannya,
benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan. Bonjol yang telah jatuh ke
tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak bertahan lama. Tuanku
Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja
Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo, yang berpihak
kepada Belanda. Oleh Belanda beliau digelari “De Padrische Tijger van Rokan”
(Harimau Paderi dari Rokan) karena amat sulit dikalahkan, tidak pernah
menyerah, dan tidak mau berdamai dengan Belanda. Keteguhan sikapnya
diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elout untuk berdamai. Pada tanggal
28 Desember 1838, benteng Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Lewat pintu
rahasia, ia meloloskan diri dari kepungan Belanda dan sekutu-sekutunya. Ia
mengungsi dan wafat di Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12
November 1882.
Karena
jasa-jasanya menentang penjajahan Hindia-Belanda, pada tahun 1995 pemerintah
mengangkat beliau sebagai pahlawan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar